Kita menyadari bahwa Indonesia termasuk ke dalam lintasan ring of fire (Cincin Api Pasifik). Hal tersebut membuat Indonesia dikelilingi gunung api dari Pulau Sumatera hingga Kepulauan Banda. Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2020), total gunung api di Indonesia sejumlah 127. Jumlah tersebut mengakibatkan pentingnya ilmu vulkanologi/ kegunungapian di Indonesia dari aspek pengembangan dan tenaga ahli yang dibutuhkan. Kajian ilmu vulkanologi tidak hanya terbatas digunakan dalam strategi mitigasi bencana erupsi gunung api, tetapi juga dapat digunakan untuk strategi eksplorasi dan pengembang geotermal.

Sejak dimulainya eksplorasi geotermal pada tahun 1918 di Kamojang, Jawa Barat hingga sekarang sistem panas bumi bersuhu tinggi entalpi masih menjadi fokus utama untuk pengembangan panas bumi di Indonesia untuk pembangkit tenaga listrik. Namun, dari sekitar 250 titik potensi panas bumi di Indonesia yang berasosiasi dengan jalur gunung api, baru sekitar 8.9% yang sudah dimanfaatkan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk adanya studi vulkanologi untuk mendukung keberlanjutan proyek eksplorasi geotermal di daerah vulkanik.

Tahap yang paling utama yang harus kita tahu saat eksplorasi geotermal di Indonesia adalah identifikasi sistem geotermal. Secara umum, terdapat 2 kelompok besar sistem yang salah satu kelompok tersebut menjelaskan tentang mature stratovolcanic hydrothermal system.

Sistem ini dicirikan dengan  adanya fitur manifestasi permukaan di area yang cukup luas. Selain itu, model relief tinggi seperti ini kerap kali ditemukan di Indonesia. Tahapannya diawali oleh air meteorik yang turun ke bawah permukaan dan dipanaskan oleh sumber panas dalam hal ini batuan intrusi, dan tidak terjadi kontak langsung dengan magma. Selain itu, adanya pertukaran massa antara batuan intrusi batuan dengan air, antara lain gas HCl, CO2, H20, H2S. Oleh karena itu, produk air panas ini mengandung pH yang rendah di dekat sumber panas. Kemudian, air pH rendah mengalir naik ke atas dan mengalami interaksi dengan batuan sekitarnya. Batuan ini mempunyai banyak kandungan kimia, seperti Na, K, Ca, Mg, Al, Fe, sehingga pH air menjadi netral. Air panas tersebut semakin cenderung terus naik ke permukaan karena densitasnya lebih rendah daripada sekitarnya. Selain itu, air/fluida ini bisa melalui celah/ruang pada batuan hingga muncul sebagai manifestasi permukaan panas bumi, yang kita lihat selama ini. Manifestasi tersebut mempunyai fitur tertentu berdasarkan elevasi. Pada elevasi tinggi biasanya kita bisa ketemu fumarol, sedangkan elevasi agak rendah ditemukan mata air panas kandungan netral-Cl.

Pelajari lebih lengkap disini.